(JAKARTA) Formasi Barisan Sholat Jamaah

Dalam suatu perjalanan lokal di kota Jakarta, penulis sempat mampir di suatu masjid di sekitar Jl. Raya Pasar Minggu untuk melakukan Sholat Isya. Waktu itu memang penulis terlambat. Sholat Isya berjamaah yang diselenggarakan oleh masjid sudah selesai. Yang ada saat itu adalah 2 orang yang sedang melakukan sholat berjamaah. Keduanya berdiri sejajar dan rapat shaf-nya.

Penulis terlambat sehingga menjadi makmum masbuk dan tidak tahu saat itu sudah masuk rakaat ke berapa. Dengan ketidaktahuan tersebut, seperti yang biasa penulis lakukan dan lihat praktek sehari-hari di sebagian besar masjid di Jakarta dan Jawa Timur, penulis segera menepuk pundak jamaah yang berada di sebelah kanan imam.

Biasanya kalau ditepuk pundaknya seperti itu, kebanyakan jamaah di Pulau Jawa akan segera mundur ke belakang dan segera membentuk baris baru sejajar dengan jamaah yang terlambat. Praktek semacam ini juga sering diajarkan ustad-ustad di masjid atau di tv bahkan ada gambar yang ditempelkan di masjid-masjid tentang tata cara membentuk barisan  sholat jamaah.

Namun saat itu yang penulis dapatkan berbeda ! Jamaah yang penulis tepuk tadi hanya mundur satu langkah ke belakang. Tidak sampai sejajar apalagi merapat dengan penulis. Dia harus mundur satu langkah lagi agar bisa sejajar dengan penulis.

Penulis yang memposisikan berdiri di sebelah kiri makmum tersebut dan tepat di belakang imam, tidak bisa segera takbir.

Nanti posisinya serba salah.

Bila penulis yang mensejajarkan diri di sebelah kiri makmum tersebut, maka ketika nanti sujud penulis tidak punya ruang yang cukup untuk bersujud. Bisa-bisa nyium pantat sang imam.

Bila penulis tetap menjaga jarak ruang sujud dengan imam, maka penulis tidak berdiri sejajar dengan makmum. Apabila itu rakaat terakhir (penulis belum tahu itu rakaat terakhir atau bukan) maka penulis tidak akan dapat pahala jamaah.

Bila penulis pindah ke sebelah kanan makmum, maka keseimbangan barisan sholat jamaah tidak terjadi.  Akan terlihat tidak rapi dan tidak imbang karena semua makmum berada di sebelah kanan imam.

Oleh karena itu, penulis menepuk lagi si makmum tadi. Tapi dia tidak mau mundur. Sampai akhirnya penulis menarik punggungnya agar mau mundur. Diapun terpaksa mundur. Tetapi dia tetap tidak mau berdiri sejajar dan rapat dengan penulis. Akhirnya penulis yang mensejajarkan diri dengan makmum tersebut. Resikonya bila nanti sujud, penulis terpaksa agak membungkuk agar kepala penulis tidak terkena kaki sang imam.

Sholat jamaahpun berlangsung sampai selesai.  Ketika saya selesai sholat, si makmum tadi segera menegur penulis karena tadi menarik dia ke belakang.

Dia : Fiqihnya tidak boleh bergerak lebih dari 3 kali, makanya saya hanya mundur satu langkah.

Penulis : Yang saya tahu mas, kalau sholat jamaah itu barisannya harus sejajar (lurus) dan rapat. Kalau masnya tidak mau mundur nanti tidak dapat pahala sholat jamaah.

Dia : Iya, nanti saya akan mundur lagi di rakaat berikutnya. Begitu fiqihnya.

Penulis : Saya kan tidak tahu saat itu sudah rakaat ke berapa. Bila tidak ada rakaat berikutnya, nanti barisan sholatnya bisa jadi zigzag membentuk huruf C terbalik. Itu menurut ilmu yang saya tahu sih mas.

Diapun pergi meninggalkan saya dengan wajah bersungut-sungut.

Mungkin saja kejadian tersebut merupakan bagian dari perbedaan fiqih di antara para ulama.

Tetapi di logika penulis, tidak mungkin bila 3 orang melakukan sholat jamaah dengan posisi sbb :

  • Imam di depan;
  • Jamaah-A berada di sebelah kanan imam dan satu langkah mundur ke belakang;
  • Jamaah-B berada 2 langkah di belakang imam serta 1 langkah di belakang kiri jamaah-A.

Buat penulis, formasi tersebut konyol. Filosofi sholat jamaah tidak tercapai dengan formasi huruf C terbalik seperti itu.

Jadi begini. Ajaran tentang tata cara sholat berjamaah yang penulis terima dan penulis praktekkan adalah seperti di bawah ini.

Pada intinya ajaran sholat berjamaah yang penulis praktekkan adalah bila hanya ada 1 orang makmum terlambat di shaf paling belakang, maka dia harus menepuk satu jamaah di depannya untuk mundur ke belakang. Tujuannya adalah untuk menemani 1 orang makmum yang terlambat tersebut.

Sebab bila 1 orang makmum yang terlambat ini hanya berdiri sendiri di belakang sampai sholat jamaah selesai, maka 1 orang makmum masbuk ini tidak dihitung melakukan sholat berjamaah. Dia hanya mendapat pahala seperti sholat sendirian. Untuk itu makmum di depannya wajib untuk mundur dan menemani 1 orang makmum masbuk tersebut.

Jadi konsepnya adalah membantu si makmum masbuk untuk mendapat pahala sholat jamaah. 

Keutamaan membantu orang sholat jamaah juga terdapat di hadits nabi. Pada waktu itu Nabi dan para sahabat telah selesai melakukan sholat jamaah. Lalu datang 1 orang  yang terlambat dan mau melakukan sholat. Orang ini menoleh ke kiri dan ke kanan untuk mencari jamaah lain yang sedang / akan sholat jamaah.

Ketika Nabi melihat hal tersebut, beliau segera menyuruh salah satu sahabat untuk menemani orang yang terlambat tersebut melakukan sholat jamaah.  Jadi sahabat yang sudah melakukan sholat jamaah dengan Nabi, disuruh melakukan sholat jamaah lagi dengan orang yang terlambat tadi. Itu ajaran Nabi kita. Dan itu konsisten dengan doktrin “keutamaan sholat berjamaah”.

Leave a comment